Makhluk
hidup ciptaan Allah sebagian besar terpenjara pada dimensi ruang dan waktu. Salah satunya yang
hidup akan tetapi bersifat fana adalah sapiens di muka bumi atau anti bumi. Kehidupan mereka berdasarkan
delegasi keputusan alam pikirnya yang bertumpu pada keyakinan dan dilandasi
paham dalam hati dan pikiran. Hal tersebut
sangat erat kaitannya dengan paham filsafat bahwa sebenar-benarnya
berfilsafat adalah pikiran, Filsafat itu
semua bisa menjadi referensi bahkan apapun bisa menjadi awal ilmu filsafat.
Akan tetapi belajar berfilsafat harus banyak membaca. Sebab dalam filsafat, diriku ya diriku, dan dirimu ya dirimu. Contohnya
yang nyata dilukiskan dalam video ketoprak kekalang rembulan UNY di chanel
youtube, nampaknya hanya sekedar dialog antara dia dan dia, dia dan mereka,
atau mereka dan mereka, disertai tarian, musik dan lagu. Namun, menurut paham
filsafat dalam vidio tersebut belum tentu
ada unsur politik, seni rupa, suara dan seterusnya. Paham tersebut saya
dapatkan dari salah seorang dosen filsafat di Pasca Sarjana UNY sekaligus
menjabat sebagai direktur Pasca periode sekarang, beliau dapat dilihat di dalam
video ketoprak kekalang rembulan UNY yang berperan sebagai pangeran Hadi Mataram atau Raja Mataram Prof. Dr. Marsigit, M.A.
Selaku
dosen filsafat, Pak Marsigit tidak kehabisan ide dalam mensugesti para sapiens
lainnya, tentunya sugesti yang berbau positif bagi yang paham. katanya di bawah
filsafat itu ada psikologi wacana. Psikologi sendiri itu bisa bermacam-macam,
bisa psikologi terapan, atau yang lainnya. Pada psikologi wacana kita bisa
menggali potensi-potensi apa yang baik untuk diri kita dan baik untuk diri
orang lain. Bisa berawal dari yang paling sederhana saja, misalnya nama. Kita
bisa memaknai nama kita sendiri. Orang yang berpendidikan, orang yang mengerti
masa depan, orang yang mengerti adat itu membuat nama pasti punya maksud, punya
aturan, dan tidak sembarangan atau tidak asal. Tidak hanya sekedar mencari
sesuatu yang fenomenal. Ada pula nama-nama yang sensasional, tapi itu menentang
arus, menentang kebenaran, dan menentang nurani. Itu semua menyangkut tentang
etik dan estetika. Tapi Pak Marsigit mengatakan bahwa beliau belum pernah
mendengar ada yang memberi nama anaknya dengan nama Allah, meskipun
segila-gilanya orang tersebut dan mungkin orang yang memberi nama anaknya
dengan nama Tuhan berpikir bahwa saja Tuhan itu bisa selain Allah. Kalau mau
memberi nama untuk membuat asal bingung ya bisa saja, contohnya namanya
“Siapa”, “Apa”. Kalau ditanya kamu namanya siapa? Terus menjawab “Apa”. Kamu
ditanya kok balik bertanya? Menurut Pak Marsigit ini bertujuan agar sang anak
bisa menjadi orang yang bisa berargument. baik secara klasik maupun
kontemporer. Nama itu adalah doa, jadi haruslah mengandung arti yang baik atau
positif. Sebagian manusia itu sering merasa tergoda untuk menganggap dirinya
mengerti dan itu berbahaya. Filsafat itu berbeda dengan matematika, jika dalam
matematika yang tadinya tidak paham berubah
menjadi paham, tetapi sebaliknya, dalam filsafat yang tadinya paham justru
menjadi tidak paham. Pak Marsigit menyampaikan bahwa sebenarnya tugas beliau
adalah mengguncang-guncangkan pikiran para mahasiswa. Terjadi goncangan di
dalam pikiran itu tidaklah begitu masalah, tapi janganlah terjadi goncangan di
dalam hati. Sedikit saja ada goncangan di dalam hati itu datangnya dari
syaiton/setan. Filsafat apabila ditingkatkan adalah spiritual. Semuanya itu
adalah spiritual, padahal filsafat itu ya semuanya, termasuk filsafat
spiritual. Filsafat spiritual itu adalah memikirkan perasaan. Spiritual itu
adalah perasaan, hati, doa, kuasa Tuhan, tidak cukup hanya dengan pikiran.
Tetapi kita perlu ilmu dan berpikir untuk mengisi spiritual. Prinsip-prinsip
spiritualitas sebagian juga berlaku di dalam filsafat, misalnya dalam kehidupan
sehari-hari bahwa mausia itu tidak boleh sombong.
Hari
yang cerah untuk semangat belajar yang
tinggi terpupuk keharmonisan antara hati dan pikiran terpacu pada keyakinan terhadap Kuasa Tuhan
sebagai jawaban dalam berfilsafat. Analoginya dapat dikaitkan menurut aposteriorisme, yakni;
batuk, lapar, mengantuk, dst. Hal tersebut merupakan kuasa Tuhan.
Selanjutnya, dikonkritkan oleh beberapa mahasiswa yang mengikuti pembelajaran
Filsafat Ilmu yang sedang digrogoti oleh virus Rhinovirus (pada umumnya). Kemudian
Prof. Marsigit menanamkan good
behaviorisme kepada para mahasiswanya,
yakni menggunakan masker selama proses
pembelajaran. “Jaman dulu
menggunakan masker justru merasa malu kalau ketahuan sedang sakit, padahal
justru menjadi munafik karena menyebarkan virus, sesungguhnya sakit adalah
suatu titik dimana derajat dinaikan oleh Allah SWT” kata Prof Marsigit dalam
menyeruakan anti tesis dari determine good behaviorisme .
Analogi
lain yang diberikan oleh Prof Marsigit, bahwa “Ada budaya yang orang tidak
paham tapi melakukannya padahal tidak cermat”. Seperti yang terjadi pada
orang jawa di kampung-kampung yang sedang menghadiri acara resepsi pernikahan atau yang lainnya. Karena merasa gerah maka mereka
memanfaatkan kipas yang biasanya diselipkan
di dalam tas miliknya, dan biasanya
didominasi oleh para ibu-ibu.
Jika diperhatikan betul secara psikologis dan realitasnya, artinya adalah
“ambillah udara disekitar sini dari kamu untuk orang lain !” kata Prof.
Marsigit. Sebenarnya hal tersebut adalah bad
behavior karena tidak semua orang menyukainya. Selanjutnya, Aposteriori
dari bad behavior adalah merokok.
“Tidak semua orang menyukai asap rokok, ada yang tidak bisa merokok dan
menggunakan rokok hanya untuk bergaya saja, banyak anak kecil terkena pengaruh
rokok biasanya karena ingin mencari jati diri” ungkap Prof. Marsigit.
Terkait
pencarian jati diri, katanya pada suatu
ketika spiritual Prof. Marsigit dalam tingkat yang tertinggi kemudian sholat
berjamaah di masjid. Setelah sholat subuh melakukan sholat sunnah padahal tidak
ada tuntunannya dalam Islam. Mencari jati diri sampai tuapun juga masih bisa
terjadi. Analogi lainnya terjadi kepada
seseorang yang baru saja selesai menunaikan ibadah haji dan mendapati
tetangganya dalam keadaan meninggal dunia. Lalu kemudian diberikan kepercayaan
untuk memimpin sholat jenazah. Katanya dalam rangka pencarian jati diri, akan tetapi keliru
paham dalam menjalankan mekanisme mengimani
shalat jenazah. Kesalahan tersebut
dijadikan alasan untuk menyalahkan orang lain selaku pemberi amanah.
Selanjutnya, kembali Prof. Marsigit menanggapi hal tersebut, bahwa “Hidup
selalu mencari jati diri dan selalu belajar”. Adapun beberapa pandangan tersebut merupakan pengantar
pembelajaran padaa hari itu.
Dalam
spiritual, yang ada dan yang mungkin ada di dalam hati. Permasalahan dalam
filsafat hanya ada 2 macam, yaitu : bagaimana kamu bisa menjelaskan yang ada
dalam pikiranmu, dan bagaimana kamu mengerti apa yang di luar pikiranmu. Sejak
zaman Socrates dari 200 tahun yang lalu, terbukti tidak ada orang yang mampu
melakukannya.Yang ada adalah semua orang atau sebagian orang mengaku merasa
mengerti. Belajar berfilsafat adalah memposisikan diri dan mendudukan kembali
kesadaran manusia yang sudah merasa mengerti sebetul-betulnya hanya sebagian.
Persoalan hidup yang utama filosofis adalah dikarenakan manusia tidak paham
keseluruhan, manusia hanya paham sebagian. Maka parsialitas hidup sebagian itu
adalah tempat godaan setan
terhadap manusia melalui sifat manusia yang tidak sempurna yaitu berbicara
parsial, memikirkan parsial, dan mendengarkan parsial
Ketelitian
pikiran seperti “apa sebab?”, sebab dari kata sebab yang berarti sebab.
Sehingga apa yang ada di dunia ini adalah sebab. Sebab dari suatu sebab adalah
sebab. Karena semua yang ada di dunia ini adalah sebab. Ada sebab primer dan
sebab sekunder, sedangkan sebab yang utam dan pertama adalah Allah SWT. Ada sebab primer dan sebab
sekunder. Ada sebab utama dan sebab yang pertama yaitu Allah SWT karena tidak
ada sebab lagi yang mendahului-Nya. Setelah itu semua ciptaan adalah sebab.
Bisa saja menjawab akibat atau sebab dan bisa saja menjawab ada. Ada apa? Ada
sebab. Contoh apa itu akibat? Bisa saja dikatakan ada. Agar lebih bermakna
(karena filsafat naik turun atau sesuai dengan tujuan mengenalkan adanya
kata-kata akibat, sebab dan sebagainya), jawabannya bisa pengada.
Bagaimana
mengapa? Bagaimana adalah proses. Proses dalam filsafat yang substantif,
ontologis, , dan hakiki semua proses adalah mengada. Mengada dari ada menjadi
pengada. Semua yang adalah pengada. Semua yang ada adalah mengada. Semua yang
ada adalah ada.
Mengapa
berulang-ulang? Ini karena aturan. Aturan hirarkisnya adalah ada, mengada,
kemudian baru pengada. Pengada itu hasil. Semuanya bisa dibolak-balik karena
ingin membuat bingung pikiran untuk pembelajaran. Jika sudah pasti justru sulit
belajar filsafat, maka belajar.
Belajar filsafat adalah membongkar sesuatu yang sudah jelas di dalam pikiran
manusia. Kebanyakan pikiran manusia terperangkap di dalam mitos. Mitos merupakan
lawan dari logos. Logos itu berpikir atau berfilsafat. Sehingga mitos dapat
disimpulkan tidak berpikir. Maka sebenar-benarnya hidup adalah mitos dan logos.
Anak
kecil belajar menggunakan mitos dimana mengerjakan sesuatu dimana kita tidak
mengerti. Seperti kita menyuapi anak kecil, bermain dengan anak kecil dan
sebagainya. Anak kecil tidak paham dengan apa yang kita lakukan.
Naik
ketingkat spiritual, mitos bukanlah mitos tetapi keyakinan yang harus diterima
dalam yakin kita. Salah ruang dan salah waktu atau mempelajari filsafat
sepenggal-sepenggal bisa berbahaya karena bisa berbeda makna. Filsafat tidak
bisa dipadatkan dan dipercepat.
Jika
anak kecil memakai logos, maka tidak adakan bisa terlaksana. Contohnya saat
kita akan memberi makan anak kecil, kita mengharuskan anak kecil untuk tahu apa
itu makan terlebih dahulu. Hal tersebut tentu tidak bisa dilakukan kepada anak
kecil karena bisa kelaparan.
Dari
yang problem solver justru bisa
menjadi problem maker bila balajar
filsafat secara tidak utuh. Hidup juga ada pilihan antara problem solver atau problem
maker. Harus terus berikhtiar karena tidak ada barang yang ada di dunia
selalu terwujud.
Jika
menunjuk hati, maka maksudnya banyak. Hati bisa cintaku, bisa imanku, bisa
perasaanku, bisa akhiratku, bisa akidahku, bisa kuasa Tuhan melalui hati. Jika
hati akhirat maka selain hati adalah pikiran. Pikiran adalah dunia. Bagaimana bisa membangun dunia dan akhirat?
Berfilsafat itu menggunaan solusi. Berfilsafat itu berpikir menggunakan bahasa
logos. Seperti semut membangun dunia menggunakan lumpur untuk membuat rumah,
ikan menggunakan air untuk membangun dunia, tukang menggunakan bata untuk
membangun dunia, dan hati kita membangun dunia dan akhirat menggunakan hati.
Filsafat menggunakan pikiran dan bahasa. Caranya adalah cukup dengan A dan
bukan A. A itu bisa semuanya seperti pulpen dan air. Bukan A itu seperti bukan
pulpen dan bukan air. Dunia dan akhirat adalah air dan bukan air. Bukan air
bisa saja neraka, bisa saja Tuhan, bisa saja ayat suci. Tertangkap semua disana
dan tidak ada yang tersisa.
Setiap
ada dan yang bukan ada sudah bisa membangun dunia. Seorang filsafat harus bisa
berpikir dengan mudah untuk membangun dunia tanpa berdarah-darah (berjuang).
Dalam berfilsafat itu adalah berpikir. Orang-orang yang sedang tidak berpikir
adalah mayat-mayat yang berjalan. Seperti mahasiswa yang belum lulus Toefl tapi
ingin lulus yudisium sehingga seperti mayat hidup. Jika ditingkatkan dalam
spiritual, maka bisa dicontohkan sebagai orang-orang yang menaiki motor.
Orang-orang tersebut adalah mayat hidup karena sedang berkendara dalam keadaan
tidak berdoa. Orang-orang yang sedang melakukan ibadah haji di Makah juga
merupakan mayat karena lupa dan bersendau gurau dalam melaksanakannya.
Matinya
spiritualitas adalah tidak berdoa. Matinya seorang ibu adalah tidak merawat
bayinya. Matinya sebuah motor adalah saat dihidupkan tidak dapat menyala. Manusia sebenarnya terancam kematian mulai dari fisik sampai hati. Berfilsafat
harus cerdas. Orang cerdas banyak yang tidak disukai orang terutama penguasa.
Karena jika penguasa korupsi maka bisa ketahuan. Definisi hidup dan mati adalah pikiran
manusia. Jika ingin absolutely
maka lari ke kitab suci. Contoh di Al-Qur’an, apa yang tertulis disana terkait
hidup dan mati.
Hidup
yang bahagia menurut versi filsafat yaitu kerjakan apa yang kamu pikirkan,
pikirkan apa yang kamu kerjakan, doakan apa yang kamu kerjakan, doakan apa yang
kamu pikirkan, dan doakan apa yang kamu doakan. Doa juga kamudoakan.
Menurut
sokrates, filsafat adalah jawab anak-anak. Mahasiswa kok anak-anak. Tengok yang
lain-lainnya bagaimana perbandingan perbedaan pembelajaran. Menurut saya,
filsafat adalah diriku sendiri. Engkau yang sedang menjelaskan itulah engkau
sedang berfilsafat. Mengapa mesti engkau sedang menjelaskan engkau terkoneksi
pak marsigit. Silahkan ngomong sendiri, aku memfasilitasi supaya kamu bisa
berfilsafat. Maha Determin itu Allah SWT. Determin dalam ilmu sosial itu
otoriter, orang yang otoriter itu keliatan dari raut wajahnya, ya jelas orang
wajahnya merengut. Maka, determin itu ada berjenjang, maka godaan yang paling
besar pada pejabat adalah determin. Di dalam jawa, pewayangan, pasti seorang
raja pun begitu mana ada melihat rajanya menengadahkan wajah lansung melihat
rajanya, itu namanya determin yg salah.
Di dalam pikiran, terdapat banyak logika sampai tak
terhingga. Logika merupakan konsepkonsep yang terhubung dalam diri kita yang
mempunyai bayangan. Bayangan tersebut dapat berasal dari mana pun. Salah
satunya dari trans, trans adalah sesuatu yang tidak kita ketahui, tetapi
berpengaruh terhadap diri kita. Banyak hal yang menjadi contoh trans, semisal
kejadian ekonomi global, kita tidak mengetahui apa yang terjadi sebenarnya
tetapi kita terkena dampaknya. Pikiran akan terus bekerja seiring berjalannya
waktu. Ketika usia sudah lanjut, maka pikiran akan teringat masa lampau tentang
kejadian atau rutinitas yang dialaminya. Disinilah bukti bahwa logika masih
berjalan. Terkadang ada bayang-bayang yang muncul tetapi sebenarnya itu tidak
nyata atau terkadang salah mengimajinasikan bayangan. Hal tersebut disebabkan
oleh logika yang masih berjalan yang berkaitan dengan memori.
Manusia
yang sebenar-benarnya hidup adalah sesuai ruang dan waktu. Begitu juga dengan
rasa yang ada dan mungkin ada. Pikiran tidak akan mampu menjelaskan semua rasa.
Sehebat– hebat kalimatku/
perkataan tidak bisa mengejar pikiran. Sehebat – hebat tulisan tidak bisa mengejar
ucapan. Sehebat –
hebat
tindakan tidak melaksanakan semua tulisan. Kita tidak bisa mengejar segalanya
dengan penuh, apalagi spiritual. Jangan mencoba untuk bermain pikiran dalam hal
spiritual. Tuhan merupakan sebab pertama dan utama. Kita harus berada pada
jalur yang benar agar terhindar dari ancaman kematian. Yang dimaksud ancaman kematian
adalah kemunafikan atas tidak mengakui keTuhanan.
Sabar itu sesuai
ruang dan waktunya. Menyesuaikan terhadap ruang dan waktu. Itu sabar. Jadi menyesuaikan
antara penglihatan, pemikiran, pendengaran, dan tindakan terhadap ruang dan
waktunya yang sesuai. Kemudian juga sifat menerima, toleran. Nah, kita itu
punya dua arah, arah keluar dan arah kedalam. Sifat toleran itu adalah
mengurangi suatu sifat determinis terhadap suatu sifat kepada sifat yang lain.
jadi deterministic, diterministik yaitu menyadari diri sendiri bahwa tidak
semata-mata dikarenakan diriku tetapi diriku itu hanya sebagian dari
sifat-sifat yang ada. Bahwa masa depan saya itu tidak semata-mata karena diriku
tetapi karena diri orang lain dan juga paling penting karena kuasa Tuhan. Jadi
kalau sudah dikurangi, diturunkan egonya karena ego itu potensi menjadi seorang
determinis. Determinis itu jangan dikira sepele ya. Sepele, tidak sepele itu
tergantung kita paham atau tidak. Dari yang kita tidak menyadari sampai kita
menyadari. Determinis itu menentukan orang lain.
Pelecehan agama itu terjadi jika tidak menerapkan dalil-dalil
sesuai dengan ruang dan watunya, maka apalah daya pikiran kita dalam memikirkan
agama, hal tersebut hanya bisa kita rasakan ketika kita berdoa. Kemudian
ambisus, ambisisus itu merupakan cita-cita yang diniati dengan ego dan sifat determine
yang besar, semua itu harus dibarengi dengan motif, doa, dan komunikasi. Jika
hanya ambisi saja dikhawatirkan akan terjebak dalam tempat yang sempit dan parsial
yang seakan-akan hal tersebut sudah menjadi kebenaran yang universal, namun
sebetulnya tidak. Misalnya ambisius salah satunya dapat menimbulkan keadaan perfectionist,
perfect itu yang mengidam-idamkan atau menginginkan segala sesuatu itu
sempurna. Padahal sebenar-benarnya manusia yang sempurna itu adalah yang sadar
akan ketidaksempurnaan. Maka yang dikatakan perfect itu adalah sempurna dalam
kesempurnaan, sempurna dalam ketidaksempurnaan dan tidak sempurna dalam
kesempurnaan. Tetapi jika kita parsial perfect itu sempurna sesuai dengan yang
dipikirkan dan dirasakan, namun hal tersebut mengakibatkan ketidaksesuaian
dengan orang lain. Maka dari itu ambisi harus diimbangi dengan ikhtiar dan doa.
Jadi dalam menghadapi persoalan, solusinya bisa cepat atau lambat, bahkan bisa
bertahun-tahun. Sabar, berdoa dan ikhtiar yang perlu kita lakukan dalam
menentukan sebuah solusi.